Bedchamber, unit indie pop teranyar Jakarta bersiap meninggalkan masa remaja dengan sebuah album debut yang impresif dan semoga saja, everlasting.
Di masa ketika musik didominasi oleh bebunyian elektronik dan artifisial, jujur saja ada kerinduan tersendiri untuk mendengarkan kembali musik indie pop dalam format band yang organik selayaknya musik-musik dari skena indie pop lokal di dekade lalu yang didominasi oleh band Bandung, yang sayangnya seperti mati suri digusur oleh genre electronic atau folk. Adalah Bedchamber, band besutan anak-anak jurusan desain di Jakarta yang menebus kerinduan tersebut dengan mini album bertajuk Perennial. Berawal dari sebuah project pameran seni kolektif, Ratta Bill (vokal/gitar), Abi Chalabi (gitar), dan Smita Kirana (bass) yang sama-sama ingin ngeband iseng nge-jam bareng dan mengajak Ariel Kaspar, teman sekelas Ratta sebagai drummer hingga terbentuklah band yang namanya diambil dari sebuah random page di Wikipedia tentang Lady of the Bedchamber ini sekitar pertengahan tahun lalu.
Awal terbentuk, mereka masih menerka arah bermusik dari beragam influens setiap personelnya dari Radiohead, Weezer, DIIV, sampai musik punk (akun Soundcloud mereka masih menyimpan cover version lagu “Salah” milik Potret) dan sempat memainkan musik yang cenderung ke arah post rock sebelum akhirnya mekar sempurna menjadi sounds Bedchamber saat ini yang bisa dijabarkan sebagai indie pop at its best: aransemen yang jangly, struktur melodi yang catchy, vokal yang menyelisik dalam reverb, dan lirik bertema teen angst seperti misalnya saja, lirik “Who we are when we’re gone at 21/When we’re 21/Will we lose our sight?” yang terdapat dalam single pertama mereka, “Youth”.
“Ya sebenarnya EP ini bercerita tentang anxiety kita sendiri gimana kita masuk ke fase baru dalam hidup. Album ini dibikin pas kita masuk umur 20 di mana dari kita umur 19 ke 20 itu ada perbedaan yang cukup signifikan karena 19 adalah umur terakhir sebagai teenager jadi perasaan itu sih yang banyak dijadiin inspirasi,” ungkap Ratta yang menulis semua lirik di EP ini. “’Youth’ menyambung cerita kita sempat cari momen apa sih yang bisa kita capture dari EP ini yang kita buat waktu kita beranjak umur 20. Dan kebetulan kita semua sama-sama anak-anak yang cukup resah setelah ini kita mau ngapain? Kalau orang taunya masa muda itu hura-hura aja kita justru sebaliknya, di balik hura-hura ‘Youth’ sendiri ada kegelisahan yang cukup besar dan itu yang kita angkat,” imbuhnya tentang album debut yang berhasil mengangkat nama Bedchamber sebagai salah satu band pendatang baru paling menarik saat ini dan menghujani mereka dengan banyak tawaran manggung, termasuk tampil di Keuken, Bandung yang diakui mereka sebagai gig luar kota pertama mereka beberapa waktu lalu.
Semangat Do-It-Yourself khas remaja dalam album ini terasa kental tak hanya dari musiknya tapi juga desain packaging bertema scientific illustration yang dibuat oleh para personelnya dan Perennial sendiri dirilis oleh Kolibri Rekords, sebuah label rekaman baru yang dibentuk oleh para personel Bedchamber dan juga sahabat mereka, Daffa Andika. Tak hanya Bedchamber, label ini pun dalam waktu dekat akan merillis materi dari nama-nama baru seperti Atsea dan Gizpel yang tak kalah menariknya, which is very exciting for our local scene.
Di balik kedewasaan musiknya, yang menarik ketika saya bertemu langsung dengan band ini adalah para personelnya yang ternyata masih terasa sewajarnya anak-anak kuliahan yang gemar bercanda, tidak bisa diam saat difoto, saling meledek satu sama lain, dan terasa sekali semangat mereka menjalani band ini, walaupun seringkali harus mengorbankan waktu kuliah. “Promosi, nge-gigs, tapi jangan lupa kuliah,” ujar mereka sambil tertawa santai saat ditanya rencana selanjutnya dari band ini. Yang pasti, Perennial adalah sebuah perkenalan manis dari band yang masih dalam tahap berkembang ini dan menyoal kembali pertanyaan retoris yang dilontarkan dalam sebait lirik “Youth” di atas, I really hope they will never lose their sight.
https://soundcloud.com/bedchamber
DARI KIRI: Ratta Bill, Smita Kirana, Ariel Kaspar, Abi Chalabi.
Foto oleh Sanko Yannarotama.