Filmstrips: 13 Scariest South Korea Horror Movies

Hampir mirip seperti film horror Jepang dan Asia pada umumnya, film horror Korea kerap mengangkat tema tentang keluarga disfungsional, rahasia kelam, dan dendam jiwa tertindas yang kemudian melahirkan cerita misteri tentang arwah pembalas dendam yang mungkin klise namun selalu efekfif membuat bulu kuduk kamu merinding. Fenomena tersebut berakar dari ungkapan Gwonseonjingak (“Menghukum kejahatan dan menghargai kebajikan”), sebuah pepatah Korea yang terinspirasi dari ajaran Konfusianisme tentang keadilan: Lakukan hal baik, kamu akan mendapat imbalan; lakukan hal buruk, tak hanya kamu yang akan menerima akibatnya, tapi juga orang-orang di sekitarmu. Konsep tentang balasan setimpal ini yang kemudian menjadi salah satu tema dominan dalam film-film horror Korea. Namun, dalam perkembangannya, film horror Korea pun tak terjebak dalam tema dan genre yang itu-itu saja. Beberapa tahun belakangan, para sineas Korea Selatan menawarkan film berelemen zombie, monster, torture, hingga thriller psikologis yang memperkaya khazanah horror Korea Selatan. Menyambut Halloween, berikut adalah 13 film horror Korea Selatan yang harus masuk watch list kamu.

 

Whispering Corridors (1998)

Walaupun sudah berusia 20 tahun, namun film ini menjadi salah satu film horror wajib tonton bila kita bicara tentang dunia sinema Korea. Disutradarai oleh Park Ki-hyung, film ini menjadi bagian dari film-film Korea pasca penghapusan sensor ketat di akhir kediktatoran militer negara tersebut. Hasilnya, film-film di era tersebut banyak mengangkat sindiran sosial terhadap sistem, tak terkecuali film ini yang menyinggung tentang sistem edukasi Korea yang keras. Berlatar di sebuah sekolah menengah khusus perempuan, peristiwa kematian seorang murid menjadi pemicu dari banyak kematian misterius lain, rahasia tabu yang terpendam, dan pemberontakan gadis remaja. Film ini sendiri menjadi film pertama dari Whispering Corridors series dengan empat film sekuel (Memento MoriWishing Stairs, Voice, dan A Blood Pledge) yang walaupun tidak memiliki cerita yang saling berkaitan namun memiliki latar dan tema yang mirip.

A Tale of Two Sisters (2003)

Cerita tentang keluarga difungsional memang menjadi latar menarik bagi sebuah film horror, tak terkecuali dalam film garapan Kim Jee-woon ini. Terinspirasi dari cerita rakyat zaman Dinasti Joseon, plot film ini berkisar pada seorang gadis bernama Su-mi (Im Soo-jung) yang baru keluar dari institusi mental dan pulang ke rumah ayahnya (Kim Kap-soo) yang juga dihuni oleh adik perempuannya Su-yeon (Moon Geun-young) dan ibu tiri mereka, Eun-joo (Yum Jung-ah). Konflik antara saudara perempuan dan ibu tiri mereka kemudian diperparah dengan sosok penampakan hantu anak perempuan dan twist yang tidak disangka but so satisfying. Selain termasuk film horror paling laris di Korea, film ini juga menjadi film horror Korea pertama yang ditayangkan di bioskop Amerika dan telah di-remake versi Hollywood dengan judul The Uninvited.

Bunshinsaba (2004)

Memiliki judul bahasa Inggris Witch Board, film karya sutradara Ahn Byeong-ki ini memang berfokus pada sejenis permainan ouija board khas Korea yang disebut Bunshinsaba. Dan seperti yang bisa kamu duga, permainan apapun yang mengundang arwah penasaran untuk membalas dendam tidak akan berakhir baik-baik saja. Ceritanya sendiri cukup sederhana, dengan tokoh utama seorang siswi pindahan yang di-bully oleh teman sekelas barunya. Tidak tahan dengan perlakuan tersebut, ia dan dua orang temannya memutuskan mencoba kutukan Bunshinsaba untuk membalas para bully. Kutukan tersebut terbukti manjur dan satu per satu bully ditemukan tewas dengan muka terbakar. Namun, apakah hal itu sepadan dengan harga yang harus dibayar oleh para pemanggil?

Bloody Reunion (2006)

Berjudul asli Seuseungui Eunhye, karya debut sutradara Im Dae-Woong ini memiliki judul bahasa Inggris meliputi To Sir with Love, My Teacher, Teacher’s Mercy, dan Bloody Reunion. Kisah dibuka dengan seorang detektif yang menyelidiki kejadian pembunuhan massal di rumah Nyonya Park, seorang pensiunan guru yang kini duduk di kursi roda. 5 orang ditemukan tewas di rumah tersebut dan yang selamat adalah Nyonya Park dan pengasuhnya, Mi-Ja. Kepada sang detektif, Mi-Ja menceritakan bagaimana kejadian tersebut dimulai dari reuni para bekas murid Nyonya Park. Terlihat begitu dicintai oleh para mantan muridnya, namun ternyata mereka semua menyimpan dendam masing-masing bagi sang guru dan hal itu dengan brutal terungkap seiring munculnya sosok pembunuh bertopeng kelinci yang juga menyimpan dendam.

The Host (2006)

Bagi yang menyukai film horror yang menampilkan sosok monster, film karya Bong Joon-ho yang dibintangi oleh banyak bintang terkenal seperti Song Kang-ho dan Bae Doona ini tidak boleh dilewatkan. Kisah bermula ketika cairan kimia dari sebuah lab militer Amerika di Korea dibuang secara sembarangan dan mengalir ke Sungai Han yang kemudian menimbulkan efek negatif bagi ekosistem sungai. Beberapa tahun kemudian, seorang pria pandir bernama Park Gang-du memiliki warung kecil di taman dekat sungai yang dijalankan bersama ayah dan putrinya. Suatu hari ketika ia sedang mengantarkan makanan, monster berukuran besar muncul dari Sungai Han dan menyerang orang dengan buas. Gang-du melihat putrinya di antara kerumunan orang yang panik dan berusaha menolongnya. Namun, monster itu berhasil menangkap putrinya dan kembali menyelam ke air. Setelah pemakaman massal bagi para korban, pemerintah Korea dan armada militer Amerika tiba dan mengkarantina semua orang yang berada di lokasi, termasuk Gang-du dan keluarganya karena ternyata makhluk buas tersebut juga mampu menyebarkan virus mematikan. Menampilkan special effect yang bagus dan jalan cerita yang menegangkan, film ini terinspirasi dari kejadian nyata di tahun 2000 ketika cairan formaldehyde dalam jumlah besar dibuang oleh peneliti yang bekerja untuk militer Amerika ke sungai dan sempat menimbulkan antipati masyarakat Korea Selatan pada Amerika. Karena tema tersebut, film ini juga dianggap sebagai kritik Korea Selatan terhadap Amerika Serikat dan mendapat pujian bahkan dari Korea Utara, sesuatu yang jarang terjadi untuk film Korea Selatan.

Hansel and Gretel (2007)

Terinspirasi dari cerita dongeng klasik, film ini menceritakan seorang salesmanbernama Eun-soo yang mengalami kecelakaan di sebuah jalan tol dan terbangun di hutan gelap, di mana ia bertemu seorang gadis cilik yang membawa lentera dan mengajaknya pulang ke rumahnya. Bernama “House of Happy Children”, rumah di tengah hutan itu dihuni oleh sang gadis misterius, kakak lelaki, adik perempuan, serta dua orang dewasa yang sepintas terlihat seperti orangtua mereka, well at least sampai akhirnya Eun-soo menyadari semua keganjilan dan harus berhadapan dengan berbagai misteri yang menyelimuti rumah tersebut. Menghadirkan atmosfer hangat khas Natal yang silih berganti dengan nuansa disturbing, sutradara Yim Pil-Sung berhasil mengemas seramnya horror bergenre haunted house dengan sentuhan fantasy/fairy tale yang mengingatkan pada karya Guillermo del Toro.

Death Bell (2008)

Kita semua tahu masa ujian sekolah terkadang terasa seperti urusan hidup dan mati bagi seorang pelajar, namun bagaimana bila kamu benar-benar bisa kehilangan nyawa (dengan cara yang sadis) bila salah menjawab pertanyaan? Hal itulah yang dialami oleh 20 murid SMA di kelas elite yang sedang menyiapkan ujian masuk universitas. Satu per satu mereka menghilang dan mati secara mengenaskan sementara yang masih selamat harus berjuang mengungkap jawaban dari semua kegilaan tersebut. Memadukan elemen torture-horror seperti film Saw, drama sekolah, dan peristiwa supranatural, Death Bell menjadi film debut yang cukup sukses dari sutradara Chang yang sebelumnya lebih dikenal sebagai sutradara video musik.

Thirst (2009)

Sebagai salah satu sutradara terkenal yang berhasil mengangkat derajat film-film Korea di ranah internasional, Park Chan-wook memiliki ciri khas framing yang dipikirkan matang, humor gelap, dan topik-topik yang seringkali brutal dalam filmnya, tak terkecuali di film horror ini. Terinspirasi oleh novel Therese Raquin karya Emile Zola, film ini bercerita tentang seorang pendeta Katolik yang jatuh cinta dengan istri temannya sendiri. Seakan itu tak cukup, sang pendeta pun berubah menjadi vampire setelah mengalami eksperimen medis yang gagal. Judul Thirst di sini tak hanya tentang haus darah sang pendeta yang berubah jadi vampire, tapi juga merujuk pada nafsu dan cinta segi tiga yang terjadi. Film ini berhasil memenangkan Jury Prize di Cannes 2009 dan menjadi film mainstream Korea pertama yang menampilkan adegan full frontal male nudity. 

White: The Melody of the Curse (2011)

Di balik semua keglamorannya, dunia K-pop adalah dunia yang keras di mana hanya sedikit dari para idol yang bisa survive dan mendapat popularitas. Girl group fiksional dalam film ini, Pink Dolls yang terdiri dari 4 member termasuk grup yang belum berhasil terkenal, sampai seorang anggotanya menemukan sebuah rekaman video lama berisi latihan lagu dan dance tanpa keterangan apapun. Pink Dolls pun mempelajari lagu tersebut dan mengklaimnya sebagai karya mereka. Tanpa mereka duga, di balik ketenaran tiba-tiba yang datang, mereka juga akan disambut oleh ambisi, rasa rakus, dan sosok wanita berambut putih yang menghantui mereka. Film karya sutradara Kim Gok dan Kim Sun ini termasuk menarik karena berlatar dunia K-pop dan segala keriuhannya yang ternyata menyimpan banyak emosi negatif bagi mereka yang tidak beruntung.

The Silenced (2015)

Dibintangi oleh Park Bo-young dan Uhm Ji-won, film mystery thriller garapan sutradara Lee Hae-young ini berlatar Gyeongseong di tahun 1938 ketika Jepang masih menduduki Korea. Seorang gadis rapuh bernama Ju-ran pindah ke sebuah sekolah asrama putri yang merangkap sanatorium untuk memulihkan kesehatannya. Awalnya kehidupan Ju-ran berjalan menyenangkan dengan sahabat barunya, Yeon-deok, dan program kesehatan yang diberikan sang kepala sekolah. Namun, perlahan ia menyadari beberapa murid menghilang satu per satu dan ia merasakan ada perubahan ganjil dalam tubuhnya. Bertekad untuk mencari jawaban, ia pun mulai menginvestigasi misteri di sekolah tersebut yang ternyata berkaitan dengan sebuah program rahasia dari militer Jepang.

The Wailing (2016)

Besutan tangan dingin sutradara Na Hong-jin yang karyanya sudah diakui internasional, The Wailing bercerita tentang seorang polisi yang menginvestigasi rentetan kematian dan penyakit misterius di sebuah pedesaan yang terletak di gunung. Penyelidikan tersebut melibatkan beberapa petunjuk seperti seorang pria Jepang misterius, wanita tanpa nama yang tak kalah misterius, serta sosok iblis bermata merah yang menghantui desa tersebut. Masalah semakin runyam ketika putri sang detektif ikut tertular penyakit aneh tersebut dan ia pun harus berpacu dengan waktu sebelum semua terlambat. Jalan cerita yang intens dan sinematografi yang menarik, film ini berhasil sukses secara komersial maupun kritik dan membuahkan banyak penghargaan bagi sang sutradara.

Train to Busan (2016)

Kalau kamu penggemar film Korea, besar kemungkinan kamu memang sudah menonton film yang dibintangi oleh aktor beken Gong Yoo ini. Ditayangkan perdana di festival film Cannes tahun 2016, film ini mendapat respons positif berkat alur ceritanya yang menegangkan dan membuat penonton ikut berdebar-debar. Genrenya sendiri adalah zombie outbreak, di mana seorang ayah workaholic bernama Seok-woo (Gong Yoo) dan putri kecilnya Su-an (Kim Su-an) sedang berada di kereta menuju Busan saat infeksi virus menyebar dan membuat orang menjadi zombie. Bahu-membahu dengan para penumpang kereta lain yang meliputi seorang wanita hamil dan suaminya, tim baseball remaja, dua saudara perempuan tua, pengusaha kaya yang egois, dan seorang tunawisma yang tidak stabil, ayah dan anak tersebut harus berjuang bertahan hidup dan tiba dengan selamat ke Busan.

Gonjiam: Haunted Asylum (2018)

Termasuk film horror terbaru yang keluar tahun ini, besutan Jung Bum-shik ini mengangkat genre found footage horror yang sebetulnya bukan hal yang asing, namun tetap saja terasa menakutkan, terutama karena latarnya di sebuah rumah sakit jiwa yang angker. Menyusul berita menghilangnya dua remaja secara misterius di bekas rumah sakit jiwa Gonjiam, seorang YouTuber kanal horror bernama Ha-joon justru mengajak teman-temannya untuk melakukan live broadcast di tempat tersebut dengan harapan mendapat 1 juta penonton. Seperti yang bisa kita duga, mereka pun harus berhadapan dengan arwah-arwah ganas di tempat tersebut. Walaupun cerita atau akhirnya mudah ditebak, namun tetap saja film ini seru ditonton beramai-ramai.

Shout out your thoughts!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s