All Time High, An Interview With The Sam Willows

Dikenal berkat racikan musik dan vokal penuh harmoni dengan lirik yang menggugah, kuartet indie pop The Sam Willows berhasil mengharumkan music scene di Singapura dan kini bersiap memperkenalkannya ke seluruh dunia.

Terbentuk di bulan Mei 2012, The Sam Willows yang terdiri dari kakak beradik Benjamin (vokal, rhythm guitar) dan Narelle Kheng (vokal, bass) beserta dua sahabat mereka Sandra Riley Tang (vokal, keyboard, perkusi), dan Jonathan Chua (vokal, lead guitar) adalah salah satu band millennial yang meraih kepopuleran berkat profil YouTube mereka dengan 89 ribu subscriber dan total views lebih dari 8 juta. Disebut sebagai salah satu band Singapura paling bersinar saat ini dengan berbagai penghargaan dan nominasi yang diterima, mereka pun telah go international dengan tampil di berbagai acara keren seperti South by Southwest di Texas, Canadian Music Week, Korea Selatan, dan Australia, bahkan sebelum merilis debut album mereka yang bertajuk Take Heart yang dirilis tahun lalu oleh Sony Music Singapore. Berisi 9 lagu dan digarap bersama produser international terkenal seperti Harry Sommerdahl dan Steve Lillywhite, lewat album debut yang telah dinantikan ini, mereka bertekad meraih pendengar lebih luas, salah satunya adalah Indonesia.

“The food!” jawab Narelle dengan cepat saat ditanya hal favoritnya tentang Indonesia. “Favorit saya adalah ketika kami makan makanan Sunda di Bandung dengan semua gorengan usus dan paru, it’s so good,” lanjut gadis cantik tersebut yang langsung ditanggapi sang kakak Ben, “And martabak! With cheese and chocolate!” dengan tak kalah semangat saat kami bertemu di sebuah hotel bilangan Jakarta Pusat. Telah melewati satu minggu di Jakarta dan Bandung demi mempromosikan Take Heart yang kini juga dirilis oleh Sony Music Indonesia dengan schedule yang sangat padat, tak ada raut kelelahan di wajah mereka even di hari terakhir sebelum kembali ke Singapura. Dengan antusias dan penuh keramahan, The Sam Willows duduk bersama saya untuk mengobrol just like an old friends.

 

the-sam-willows-for-love-1

Jonathan Chua, Narelle Kheng, Sandra Riley Tang, Benjamin Kheng.

First thing first, dari mana nama The Sam Willows berasal?

Sandra: “Kalau mendengar nama Sam Willows, kamu mungkin akan bingung apakah ini nama seseorang atau satu band kan? Basically kami ingin punya semacam alter ego untuk merepresentasikan kami berempat sebagai satu orang, and the name is cool.”

Jon: “Lucunya, saat tampil di Kanada, kami sempat bertemu seseorang bernama Sam Willows yang juga mengaku sebagai penggemar kami. He is Caucasian male with red hair and a bit pudgy.”

Apa yang menjadi influens bermusik kalian untuk band ini?

Narelle: “Sebagai band, kami selalu berkembang. I mean, semakin dewasa, semakin banyak musik yang kami dengarkan. Untuk sekarang kami look up ke band seperti Little Mix karena mereka terdiri dari strong vocalists dan di saat yang sama kami juga terobsesi dengan The Chainsmokers. Namun, kalau dilihat dari akar musik kami, we’re actually very bluesy kinda band. Jon is super bluesy.”

Kalian telah tampil ke berbagai tempat, apa rasanya bagi kalian?

Jon: “Selalu ada kenikmatan tersendiri saat bisa travelling ke negara lain, karena kita tampil di audiens yang berbeda, we don’t know what to expect dan rasanya berbeda saat orang di negara lain bisa mengapresiasi musikmu.”

Ben: “Kami jadi bisa bertemu banyak fans yang tidak kami tahu sebelumnya, seperti di sini kemarin Sony Music menggelar meet and greet dan orang-orang datang, it’s cool, semua orang sangat ramah dan mereka ikut menyanyikan lagu kami dengan baik.”

Apakah kalian masih nervous saat tampil di tempat baru?

Sandra: “Iya, terkadang. Bagi saya pribadi, saya tidak pernah terlalu nervous sampai akhirnya kami tampil di show kami sendiri di Singapura sebulan lalu. Kami tampil di depan tiga ribu orang dan awalnya kami cemas apakah kami bisa memenuhi venue tersebut, but we did. Kami latihan selama dua bulan untuk satu hari itu dan sesudahnya kami tidur selama dua hari karena kami sangat lelah, but it’s so fun! Kami ingin bisa mengadakannya lagi di tempat-tempat lain, termasuk Indonesia.”

Dengan semua pencapaian yang kalian raih, apa yang menjadi momen paling berkesan bagi kalian?

Ben: “Bisa menggelar show kami sendiri adalah sebuah huge milestone bagi kami. Namu, bisa travelling ke Jakarta selama satu minggu juga sangat seru bagi saya karena kami tidak pernah membayangkan bisa berkarier sebagai musisi. Di Singapura, kamu diharapkan menjadi dokter, pengacara atau kerja kantor 9 to 5, so the fact kami bisa berpergian untuk bermain musik adalah sebuah big blessing.”

Narelle:Music scene di Singapura sedang berkembang cepat. Beberapa tahun ini banyak musisi lokal yang merilis album dan mendapat support, karena kami tahu bagaimana sulitnya menjadi musisi di Singapura yang sebelumnya tidak terlalu dianggap. Contohnya di Indonesia kalian sangat bangga dengan musisi lokal kalian, tapi di Singapura, sebelumnya musisi tidak dianggap sebagai proper job, jadi saat belakangan ini orang mulai datang dan mendukung adalah sesuatu yang luar biasa.”

Dengan adanya empat kepala dan ego yang berbeda, bagaimana proses berkarya kalian?

Narelle: “Terkadang kita punya lagu yang mengalir dengan sendirinya dan semua orang langsung setuju, tapi ada juga lagu yang harus melewati proses perdebatan. Its different song, different process. Tapi pada akhirnya kami hanya merilis lagu yang kami berempat suka.”

Bagaimana rasanya bekerja di bawah major label bagi kalian?

Jon:Okay, saya merasa memang ada stigma soal major label di seluruh dunia, tapi berdasarkan pengalaman kami, Sony Music sudah seperti keluarga. Entah itu Sony Music di Singapura, Malaysia, atau Indonesia, semua orang sangat ramah dan bekerja keras untuk membantu kami dan itu hal yang kami syukuri. Jadi menurut saya hal itu tergantung bagaimana hubunganmu dengan label. Kami bersyukur mendapat label yang peduli dan mendukung kami jadi kami juga terpacu untuk lebih baik.”

Ben: “Saya pikir sebagai musisi, terkadang kamu bisa menjadi selfish dan kehilangan arah tentang tujuan yang ingin kamu capai. Dan jika tujuan kamu adalah musikmu bisa didengarkan banyak orang, kamu harus mempercayai labelmu and have some conversation.”

Bicara tentang album debut Take Heart, apa yang menjadi tema utamanya?

Ben: “Ini adalah album pop tapi kami percaya the power of love. Tidak hanya romantic love ke pasangan, tapi cinta yang bisa mengubah dunia. Kalau kamu lihat berita yang ada sekarang, banyak hal mengerikan yang terjadi di dunia saat ini dan kami pikir salah satu solusinya adalah menunjukkan rasa cinta ke orang lain. Not a selfish love, but the same love that across the culture. Kita tidak bicara dalam bahasa yang sama, tapi kita sama-sama mencintai musik and love people, dan saya rasa kalau kita bisa menunjukkannya, dunia bisa lebih baik. So there’s a lot of kind of love di album ini.

Bagaimana untuk single “All Time High” yang kalian rilis untuk Indonesia?

Narelle: “’All Time High’ bercerita tentang relationship. Kami ingin bercerita soal key moments of relationship di mana mungkin salah satunya saat kamu bertengkar hebat dengan pasanganmu tapi hal itu karena kamu sangat peduli satu sama lain. The extreme level of loving someone, and that person is your all time high.”

 

Menyinggung soal extreme level, apa hal tergila yang pernah kalian dapat di socmed kalian?

Ben: “Orang-orang yang komen di socmed saya baik-baik saja, tapi Jon punya beberapa fans yang lumayan aneh, haha!”

Narelle: “Banyak yang bilang ke Jon: ‘I want to be your microphone’.”

Sandra: “Dan banyak hal lain yang sebaiknya tidak kita ucapkan di sini, haha!”

Jon: “Ya, saya pernah mendapat married proposal di Instagram.”

Sandra:No, no, no, it wasn’t just a proposal. Itu adalah akun Instagram yang khusus didedikasikan untuk pernikahan mereka.”

Jon:Yeah, bahkan saya sendiri tidak tahu jika saya telah menikah? Haha!”

Apa satu hal yang semua personel setujui dengan cepat?

Sandra: “Makan. Kalau kami bilang ‘let’s eat!’ semua pasti setuju, haha!”

Narelle:Yeah food is something that unites us.”

Jon: “Dan mereka selalu mempercayai saya untuk memesan makanan, karena terkadang terlalu lama untuk memesan satu per satu, biasanya saya yang memilih menu.”

Narelle:One thing we could agree on is Jon. Jon knows.”

Ben: “Dan satu hal lagi yang kami setuju: Sandra is always being late for anything.”

Sandra: “Terkadang saya datang duluan tapi ada saja kejadian yang membuat saya terlambat entah kenapa.”

Bahkan di Singapura sekalipun?

Ben:  “In whole universe! It’s global deal, she has to be late, haha!”

Apa rencana kalian setelah kembali ke Singapura?

Narelle: “Setelah ini kami akan terbang ke Malaysia untuk tampil bersama CHVRCHES, kemudian bersiap ke San Francisco, Los Angeles, dan Montreal untuk tampil di beberapa show. Minggu lalu kami mampir ke Sydney untuk mengerjakan sebuah lagu untuk album kami berikutnya yang akan dirilis tahun depan.”

180-behind-the-lenses-of-the-sam-willows-for-love-mv-te0ex