Brilliant at Breakfast menyajikan musik semanis lolipop tanpa membuatmu sakit gigi.
Cuaca Jogja yang cenderung panas ternyata bukan halangan bagi Brilliant at Breakfast untuk menghasilkan musik indie pop, satu genre yang umumnya lebih banyak datang dari daerah sejuk seperti Bandung. Setelah tahun lalu merilis digital EP berjudul Almost Verbose, kini band yang terdiri dari Mumu (drum & perkusi), Tanto (keyboard), Eka (bass & vokal), Eka (melodica & perkusi), Ramii (gitar) dan Roy (gitar) hadir dengan Being Verbose Is Easy, Being Verbose Ain’t Easy, sebuah debut LP berisi sembilan lagu dengan berbagai tema menarik seperti superhero lokal (“Gundala Putra Petir”), mitologi Yunani (“Splashdown”), kotak pos kesepian (“Words Afloat”), berakhirnya liburan (“If Monday’d Never Come”), Harvey Williams dari band Another Sunny Day (“Nobody Ever Died…”), dan minuman manis (“Strawberry V”). Simak obrolan saya dengan band bersuara perky dan whimsy ini.
Bagaimana cerita terbentuknya band ini?
Kami terbentuk sejak akhir 2008 lalu, awalnya mau dibikin band fiktif beranggotakan stick figure tanpa ada wujud manusia sama sekali. Tapi karena nggak realistis untuk dijalankan, jadinya cukup semi-fiktif saja. Kami sengaja anonim dan nggak banyak menampilkan identitas individu. Bukan tidak mungkin kami hanya dikenal lewat karakter stick figures tadi.
Dari Gundala sampai Harvey Williams, dari mana datangnya inspirasi untuk membuat lagu?
Kami punya selera humor dan bacaan yang agak aneh, oleh karena itu kami mau nggak mau terinfluens Monty Python, Lewis Carroll serta Lemony Snicket. Dari kategori lain ada komik strip Calvin & Hobbes serta seniman grafiti Banksy. Kalo musik ya biasa lah, band-band Eropa seperti Heavenly, Belle & Sebastian, Acid House Kings.
Biasanya band indie pop yang bagus berasal dari Bandung, tapi kalian sendiri dari Jogja, bagaimana sih kalian melihat scene music jogja saat ini?
Cukup menarik. Seperti ruang tersembunyi tempat orang pacaran. Kecil, bagi yang belum tahu mungkin nggak terdengar, tapi ternyata asik. Nama-nama lama mungkin sudah cukup banyak yang tahu, tapi ternyata muncul nama-nama baru yang menunggu ditemukan satu persatu.
Kalian sempat mini tour ke Jakarta, how was it?
Saat itu kami sedang berjemur di pantai setelah merilis album pertama lalu kami mendapat tawaran dari bung Wahyu “Acum” Nugroho untuk mengadakan tur Jakarta-Bogor. Tentu kami tidak ingin melewatkan kesempatan untuk jajan es podeng di Jakarta, maka kami pun berangkat. Kami tampil di dua show radio dan tiga gig. Kami mendapat pengalaman seru dari semua event tersebut. Bertemu sejumlah radio personalities, bermain di pub retro dan crowd yang ramah di Superbad, serta bermain di antara record-record keren di dalam toko Hey Folks yang membuat kami bingung antara mau menjual atau membeli hehe.
Bagaimana kalian memandang respons yang terbilang baik untuk musik kalian, sampai-sampai ada band dari Amerika yang meng-cover lagu kalian dan album kalian juga dirilis label dari Peru (Susy Records) dan Connecticut (February Records)?
Pastinya nggak bisa menyembunyikan rasa senang dan bangga kita. Di kehidupan secara umum, rasanya kita di Indonesia sudah terbiasa terperosok ke bawah sebawah-bawahnya dari konflik, kebencian, kemiskinan, korupsi, inefisiensi, dan seterusnya.
Hanya dari dunia berbagai subkultur musik, kita semua bisa mengangkat kepala dengan bangga. Band-band Indonesia mulai terbiasa saling mengapresiasi dan menjalin kerjasama di lingkup dalam negeri maupun luar negeri. Lewat karya kita menunjukkan bahwa kita bukan hanya negara dunia ketiga yang hobi bikin onar atau apalah, namun kita juga manusia dan kita punya potensi cukup tinggi dalam berkarya.
What’s the next plan/project?
Setelah kemarin sudah rilis album, ke depan kita ingin rilis single, album split, dan mungkin proyek kolaborasi. Baik dengan manusia maupun… err… bukan manusia. Kalo ada yang mau menggila bersama kami, silakan colek. Lalu jalan-jalan yang lebih jauh lagi, lalu bikin video klip, menang Pulitzer, masuk Dewan Keamanan PBB, dan menguasai dunia.
As published in NYLON Indonesia June 2011
Photo by Dead Media