Best Served Cold: The Rising of Scandinavian Songstresses

What happens in Northern European’s music scene, never just stay in there. Tampaknya memang ada semacam sihir tersendiri dalam udara dingin dan lanskap pegunungan hijau di Eropa Utara yang menghasilkan inspirasi tersendiri bagi penduduknya dan membuat wilayah ini sebagai salah satu music capital dunia. Eropa Utara seakan tak pernah kehabisan musisi perempuan bertalenta dengan quirkiness masing-masing seperti Björk, Oh Land, Lykke Li, Robyn, dan nama-nama berkarakter lainnya. Meneruskan tradisi tersebut, berikut adalah deretan nama musisi perempuan Eropa Utara yang memadukan produksi musik progresif dengan bakat songwriting yang murni, and of course, a little bit of magic here and there.

Seinabo Sey
Seinabo Sey
Dengan latar belakang keluarga musisi asal Gambia, Seinabo Sundqvist Sey yang berasal dari Stockholm, Swedia menarik perhatian blog-blog musik terkenal lewat single bertajuk “Younger” yang menampilkan vokal soulful miliknya yang powerful dalam balutan produksi strings, dentuman perkusif, dan elemen synth yang euphoric. Terlebih ketika single tersebut di-remix oleh seorang producer/remixer Norwegia terkenal bernama Kygo yang berhasil menembus chart Hot Dance Club di Billboard Amerika dan kemudian memicu puluhan remix lainnya untuk lagu yang sama. Tak menunggu momentum lewat begitu saja, penyanyi berusia 23 tahun ini pun merilis single terbaru, “Hard Time” yang masih memadukan akar budaya musik Afrika Barat dengan Swedish-pop yang undeniably charming.
https://soundcloud.com/seinabosey

Sumie Nagano

Sumie
Terlahir dengan nama Sandra Sumie Nagano, singer-songwriter asal Gothenburg Swedia ini mungkin belum sepopuler kakak perempuannya, yaitu Yukimi Nagano yang merupakan vokalis band Swedia terkenal, Little Dragon. Bila Yukimi dikenal dengan musik electro-rock eksperimentalnya, maka Sumie lebih nyaman bermusik dengan bebunyian gitar akustik dan vokal dreamy yang mengawang lembut. Debut self-titled Sumie yang dirilis akhir tahun lalu berisi lagu-lagu akustik sentimental dengan keintiman yang subtle seperti “Spells You”, “Show Talked Windows” dan single “Never Wanted To Be” dengan video berkonsep animasi yang dibuat oleh ayahnya sendiri, Yasuke Nagano, yang menampilkan imaji salju, air, pepohonan, dan piramid yang akan menerbangkanmu ke dunia fiksi seperti dalam novel Haruki Murakami. Sederhana namun magis, her songs will keep you yearning for more.
http://www.sumienagano.com/

Tove Lo
Tove Lo
Sebelum merilis debut EP berjudul Truth Serum bulan Maret lalu dengan lagu-lagu electro-pop adiktif seperti “Habits” dan “Out of Mind”, Ebba Tove Elsa Nilsson atau yang lebih dikenal dengan nama Tove Lo telah berkarier sebagai penulis lagu dalam tim produser musik legendaris Max Martin untuk musisi-musisi seperti Girls Aloud, Lea Michele, dan duo Icona Pop yang juga sama-sama berasal dari Swedia. Gadis Stockholm berusia 26 tahun ini dijuluki sebagai Janis Joplin dari genre Swedish Pop and it doesn’t hard to see the resemblances. Keduanya memiliki rambut blonde ikal, senyuman yang lebih pas disebut dengan smirk, dan keberanian keduanya dalam menuangkan emosi personal dalam lagu secara brutally honest. Lulusan sekolah musik Rytmus Musikergymnasiet tersebut memadukan sensibilitas musik pop Swedia dengan balutan synth production yang magnetic dan berhasil menarik perhatian banyak fans dari seluruh dunia, termasuk Lorde yang mengungkapkan kekagumannya di Twitter. A future collaboration? Fingers crossed.
https://soundcloud.com/tovelo

Frida Sundemo
Frida Sundemo
Butuh keberanian khusus untuk tetap berpegang pada passion yang kamu punya, dan Frida Sundemo adalah salah satu yang berani. Gadis asal Gothenburg, Swedia ini memutuskan cuti dari kuliah kedokteran untuk mewujudkan impiannya merilis musik. Hasilnya adalah sebuah debut EP berjudul Indigo di akhir tahun lalu. Dengan vokal khas Skandinavia yang icy dan racikan melodi synth yang jernih dalam lagu “Indigo” dan “Snow”, Frida membuktikan jika ia tak hanya bermodal nekat dalam bermusik, she also got big talent to back it up. Pertengahan tahun ini, Frida kembali dengan EP terbaru berjudul Lit Up By Neon yang masih mengedepankan racikan Scandinavian pop seperti “Neon” dan “Hanging By A Thread” yang elegan, dingin, namun tetap terdengar organik. Not to mention, saat ini dia juga akan berakting dalam film adaptasi novel karya John Niven yang berjudul Kill Your Friends yang juga akan dibintangi oleh Nicholas Hoult dan Georgia King.
https://soundcloud.com/fridasundemo

Mercedes
Mercedes
I don’t need no visa cause I came through the speaker,” cetus rapper asal Denmark bernama lengkap Mercedes Seecoomar ini dalam debut single berjudul “Live in the Speaker”, sebuah lagu old school hip hop dengan electro vibes bombastis yang ia tulis dalam keadaan mabuk. Tipsy details aside, gadis Copenhagen yang kini menetap di Inggris tersebut mulai membuat musik sendiri setelah sebuah sesi rekaman bersama Alex James dari Blur dan menyebut Salt n Peppa, Roxanne Shante, Beastie Boys, dan Neneh Cherry sebagai idolanya. Walau belum merilis album, gadis berambut afro dan gaya 80’s swag ini dihujani pujian dari fans, tawaran kolaborasi dengan produser seperti MNEK, Si Hulbert, dan Tim Powell serta tampil sepanggung bersama Azealia Banks dan Zebra Katz. Consider that as her visa, I think she’s ready to fly off.
twitter.com/mercedesmyname

Farao
Farao
Farao yang bernama asli Kari Jahnsen adalah singer-songwriter asal Norwegia yang kerap disebut sebagai garda depan dari revolusi musik Eropa Utara saat ini yang didominasi musisi perempuan. Multi-instrumentalist berusia 26 tahun ini menarik perhatian blog musik ketika merilis cover balada akustik dari “Go With The Flow” milik Queens of the Stone Age dalam format unduh gratis. Namun, materi-materi original ciptaannya seperti “The Hours” dan “Skin” lah yang kemudian melambungkan namanya. Its a Scandipop meets folk meets ambient electronic yang direkam di Reykjavík bersama produser Mike Lindsay dari band folktronica Inggris, Tunng. Berisi haunting vocal, minimalist synth dan lirik bernuansa apocalypse, debut album Farao akan membuatmu membayangkan semilir dinginnya perairan Skandinavia.
https://soundcloud.com/faraomusic

MO

Menyebut Mø (dibaca “Muuh” yang berarti “virgin” dalam bahasa Denmark) hanya sebagai Grimes dari Denmark adalah sebuah understatement. Karena terlepas dari kemiripan musik keduanya yang sama-sama berfokus pada bebunyian elektronik eksperimental, gadis bernama asli Karen Marie Ørsted ini memiliki pesonanya tersendiri dalam musik maupun kepribadiannya. Terobsesi dengan Spice Girls, Sonic Youth, dan musik hip-hop, ia merilis EP bertajuk Bikini Daze yang berisi produksi elektronika futuristis yang sleek serta catchy hooks dan tak butuh waktu lama sampai ia menarik perhatian musisi elektronik kawakan seperti Diplo dan Avicii untuk berkolaborasi. No Mythologies To Follow yang menjadi judul full album pertamanya berisi 12 lagu electronic yang membius seperti “Waste of Time”, “Slow Love”, dan “Maiden”. Baru-baru ini juga, she pays tribute to Spice Girls dengan menyanyikan ulang “Say You’ll Be There” versinya sendiri. Girl power, indeed.
https://soundcloud.com/momomoyouth

As published on NYLON Indonesia June/July 2014

Artwork by Diah Pratiwi