En Garde, En Vogue! An Interview With Ayabambi

Membaurkan kedinamisan dan energi eksplosif dari tarian vogue dengan sensibilitas serta kemisteriusan Jepang yang berakar dari kultur geisha dan kabuki, power couple sekaligus dance duo AyaBambi siap menaklukkan dunia, one dance at a time

nylon_indonesia_oct_cover_19648

Ketika tarian vogue (atau voguing) terlahir dari subkultur ballroom kaum LGBT keturunan kulit hitam dan Latin di daerah Harlem, New York City pada tahun 80-an, tarian ini pada hakikatnya lebih dari sekadar sebuah aliran modern house dance yang menjadi ajang pertaruhan gengsi dua orang “queens” yang saling mengadu kebolehan mereka dalam berpose dan menari dengan cara yang super stylish, artful, dan fierce. Identik dengan exaggerated choreography yang terlihat feminin dan maskulin di saat yang bersamaan, tarian yang mengambil inspirasi dari bentuk hieroglif kebudayaan Mesir kuno dan pose-pose elegan para model yang menghiasi halaman majalah Vogue ini, seperti yang kemudian diceritakan dalam film dokumenter Paris is Burning yang mengupas ballroom scene New York City di akhir 80-an, sama seperti aspek-aspek lainnya dari subkultur tersebut adalah bentuk self-expression yang lahir sebagai reaksi perlawanan dari sebuah opresi dan diskriminasi seksualitas, gender, warna kulit, hingga kelas sosial di era tersebut.

Sebelum film dokumenter garapan Jennie Livingston tersebut dirilis di tahun 1990 dan menjadi sebuah cult classic sampai sekarang, ballroom scene dan drag culture bagaikan sebuah dunia lain yang tidak tersentuh oleh masyarakat umum. A little bit of Narnia for the African-American and Latino LGBT people di era itu, sebuah safe haven untuk melarikan diri sejenak dari realita keras dalam kehidupan sehari-hari (“the white, rich, straight world”). Selain dokumenter tersebut, sang primadonna pop Madonna lah yang kemudian bertanggung jawab memperkenalkan tarian vogue ke publik mainstream saat ia merilis single berjudul “Vogue” di tahun yang sama. Menjadi salah satu hits terbesar dari Madonna, “Vogue” dengan musik video ikonik yang disutradarai oleh David Fincher berhasil membawa tarian vogue yang awalnya hanya ditampilkan di underground gay bars and disco di New York City ke clubs di seluruh dunia. Vogue pun bergeser menjadi sebuah tarian yang merefleksikan hedonism, positivity, serta inclusivity yang menginspirasi para penari dan calon penari di seluruh dunia, termasuk AyaBambi yang berasal dari Jepang.

Jika ini kali pertama kamu mendengar nama mereka, you are in for a treat. Secara singkat, AyaBambi adalah duo penari Jepang yang terdiri dari Aya Sato dan Bambi yang meraih popularitas global berkat koreografi menghipnotis dan gaya cyber-goth mereka yang super keren. Keduanya sudah mulai menari sejak usia dini dan mengambil inspirasi dari berbagai macam aliran dance untuk menciptakan highly synchronized routine yang powerful, penuh presisi, dan tentu saja, fierce. Menekankan hand choreography untuk mengeksekusi gerakan-gerakan tajam yang membingkai wajah mereka dengan potongan rambut avant-garde dan riasan gothic vibe yang khas, jelas ada pengaruh yang kuat dari elemen vogue dan tutting dalam tarian yang mereka peragakan. Meskipun begitu, dengan cepat mereka menolak jika tarian mereka hanya dikategorisasikan sebagai vogue. “Our dance isn’t actually vogue dance. It has some elements of vogue dance, but it is our original style consisting of our favorite posing and stuff,” tegas Aya Sato dalam balasan email untuk kami yang mereka kirim dari Rio de Janeiro, Brasil. Meski demikian, keduanya juga tak menampik jika tarian vogue yang mereka lihat saat beranjak dewasa memegang peranan penting dalam seni tari yang mereka geluti, not only for the stylistic direction, but also for the self-liberation.

nylon_indonesia_oct_cover_19262

Setelah menarik perhatian para netizen semenjak mengunggah video-video dance workshop mereka sejak empat tahun lalu di YouTube dan mengundang ribuan views dengan cepat, membintangi kampanye fashion, video musik, komersial, dan berkeliling dunia memang telah menjadi bagian dari keseharian mereka dalam beberapa tahun terakhir ini. Thanks to their international appeal dan fakta jika dance adalah universal language yang tidak terbelenggu batas bahasa dan budaya, mereka dapat dengan mudah diterima di mana saja, dari mulai underground club di New York, warehouse party di London, maupun galeri seni di Tokyo, they simply doesn’t have boundaries. Brasil hanyalah satu dari sekian banyak destinasi yang telah mereka kunjungi untuk menunjukkan kemampuan mereka, entah itu dengan tampil bersama megastar sekelas Madonna ataupun menggelar dance class yang selalu dipenuhi para peminat, most of them adalah penggemar yang telah menyaksikan AyaBambi lewat video-video yang beredar di internet. Saat ini, menyebut AyaBambi hanya sekadar dancer pun adalah sebuah simplifikasi yang bisa menyesatkan. Dalam akun Instagram @ayabambi_official yang telah diikuti oleh 131K followers, dengan bangga mereka mencantumkan profesi yang meliputi dancer, koreografer, model, stylist, fotografer, editor, dan director. Tentu saja, itu bukan hanya gelar yang asal mereka sematkan ke diri sendiri begitu saja, they have enough creds to back it up.

Tiga tahun terakhir ini mereka telah mengumpulkan resume video features yang impresif. Setelah muncul di beberapa musik video Jepang untuk BoA, Nano, Shiina Ringo, dan Miliyah Kato, mereka pun go international dengan tampil di video untuk Benjamin Pettit, DJ asal Inggris yang lebih dikenal dengan nama Zinc dalam single “Show Me” yang menampilkan AyaBambi menari di depan cermin sebuah dance studio dengan twist yang mencengangkan serta video “Forever (Pt. II)” milik Snakehips di mana keduanya tampil begitu membius dalam video berdurasi 3 setengah menit tersebut. Video selanjutnya yang benar-benar memperkenalkan mereka ke ranah mainstream adalah saat mereka ikut tampil dalam video “Bitch I’m Madonna” seperti sebuah rekayasa semesta yang mempertemukan mereka tak hanya dengan the queen herself (Madonna, duh!) tapi juga nama-nama besar lainnya di video tersebut seperti Rita Ora, Jeremy Scott, Miley Cyrus, dan terutama the prodigal designer and cool kids patron, Alexander Wang. It was love at first sight bagi desainer Amerika berdarah Asia tersebut. Dengan kecintaan yang sama pada fashion and art, tak butuh waktu lama bagi mereka untuk saling mengapresiasi karya masing-masing dan Wang pun mengajak AyaBambi menjadi bagian dari kampanye koleksi goth-inspired Fall-Winter 2015 labelnya bersama deretan perempuan keren dengan personal style yang distinctive lainnya seperti Anna Ewers, Molly Bair, Binx Walton, Lexi Boling, Hanne Gaby Odiele, Sarah Brannon, Isabella Emmack dan mantan vokalis Crystal Castes, Alice Glass. “Saya sudah mengagumi Aya dan Bambi sejak menonton video-video mereka di internet, “ ungkap Wang pada WWD. “Kebetulan, saat mereka tampil di video Madonna, saya bertemu mereka di pesta yang diadakan Madonna di Paris dan langsung jatuh cinta. Mereka memiliki gaya yang sangat individual namun mereka juga sangat sesuai dengan karakter di koleksi ini,” ungkapnya tentang keputusannya mengajak AyaBambi dalam kampanye yang dijepret oleh fotografer legendaris Steven Klein tersebut.

Chemistry antara Madonna dan AyaBambi tak berhenti di video musik saja, tapi juga berlanjut ke tur dan live performance. Keduanya resmi menjadi penari dalam Rebel Heart Tour yang diadakan Madonna di seluruh dunia, walaupun sempat terjadi sebuah insiden. Pada penampilannya di Brit Awards Februari 2015 lalu yang disiarkan secara langsung, Madonna sempat mengalami kecelakaan di atas panggung saat ia membawakan lagu “Living for Love”. Masuk ke panggung seperti high priestess slash bride of darkness, Madonna mengenakan jubah panjang hitam dengan Aya dan Bambi mengekor di belakangnya sambil memegang ujung jubah. Saat di puncak tangga, jika sesuai rencana, mereka akan menarik lepas jubah Armani tersebut dan Madonna dengan epik akan melanjutkan langkahnya sebagai seorang ratu dalam balutan busana matador. Sialnya, Madonna ternyata belum benar-benar melepas ikatan jubahnya dengan sempurna saat AyaBambi menariknya, seorang Madonna pun terjatuh dari tangga di depan ribuan orang yang hadir secara live maupun yang menonton dari layar televisi. “Saya sangat ketakutan waktu itu!” kenang Aya. “Saya merasa waktu seakan berhenti dan kejadian itu seperti berlangsung berjam-jam,” tandasnya. Untungnya, Madonna dengan profesional tetap melanjutkan tampil dengan gemilang tanpa terlihat kesal dan tampaknya tidak mempermasalahkan hal itu karena AyaBambi tetap menari bersamanya di sepanjang tur termasuk dalam sebuah penampilan untuk lagu yang sama di The Ellen DeGeneres Show. “Bekerja dengan Madonna adalah hal yang sangat menyenangkan, she liked us,” ungkap Aya lagi. “Hal yang paling menggembirakan adalah dia sangat terbuka dengan ide dan koreografi yang saya ciptakan, and we were so glad for that. Dia pun sangat ramah. Tapi, at the same time, kami merasa tidak boleh berpuas diri dan berhenti di situ.”

Seperti yang bisa diduga dan mereka akui sendiri, fashion memang memegang peranan penting bagi proses kreatif mereka. “We don’t just attract to dancing. Dancing is one of the ways to fuse fashion and art. We are influenced by people who create work together,” ujar mereka. “Saat tidak menari, kami menekuni hal-hal lain yang kami sukai. We enjoy designing clothes, and making clothes, and thinking about so many stuff that we can make is also fun.” Maka tak heran jika pesona AyaBambi terus menarik mutual symbiosis dengan para kreatif di bidang fashion.

nylon_indonesia_oct_cover_19090

Sebagai bagian dari proyek bertajuk MOVEment yang digagas oleh AnOther Magazine dan Sadler’s Wells Theatre (sebuah tempat pertunjukan seni di London), AyaBambi membintangi salah satu dari fashion film yang digarap oleh tujuh sutradara kontemporer dan menampilkan tujuh koleksi khusus dari fashion designers ternama saat ini. Dibalut oleh rancangan Hussein Chalayan from head to toe, mereka berkolaborasi dengan Ryan Heffington yang juga dikenal sebagai koreografer untuk FKA twigs (“Google Glass” dan “Video Girl”) dan Sia (“Elastic Heart” dan “Chandelier”) untuk menciptakan sebuah tarian hyper-synchronized dengan background putih yang memperkuat sajian visual tersebut dengan diiringi oleh dentam elektronik minimalis. ”Pakaian dan filmnya sendiri sebetulnya sangat simple dan dalam, which we love, sometimes the form of the clothes is more important than the freedom or beauty of the physical body,” ungkap mereka soal video yang digarap oleh Jacob Sutton tersebut. Selain untuk Hussein Chalayan, AyaBambi pun telah tampil di banyak fashion video lainnya, termasuk saat menari bersama si kembar Dean & Dan Caten dari label Dsquared2 dalam video buatan Leslie Kee.

Terlepas dari semua pencapaian tersebut, cult following, dan minat publik yang besar pada keduanya, salah satu dari daya tarik paling vital dari kesuksesan AyaBambi adalah misteri yang menyelimuti keduanya yang mengingatkan kita kepada tabir rahasia dan kemistisan seorang penari geisha dari masa lampau. Di zaman di mana detail personal siapa saja dengan mudah bisa dilacak hanya dengan memasukkan kata kunci di kolom pencarian dan beberapa kali klik, mereka menjaga rapat hal-hal yang menurut mereka tidak perlu diungkap ke publik, termasuk nama lengkap dan usia mereka. Minimnya informasi yang bisa dilacak di internet pun membuahkan spekulasi tersendiri tentang sosok mereka sebenarnya. Apakah mereka anak kembar? Are they sisters? Apakah mereka berasal dari masa depan? Are they cyborgs? Semua pertanyaan tersebut menciptakan misteri dan image yang too cool to be true akan keduanya. And just like some sort mythical creatures, people dying to know more about them, including us. Tapi mereka tidak mudah dipancing. Dalam email berisi sekitar 30 pertanyaan yang kami kirimkan sebagai usaha untuk mengulik lebih dalam tentang diri mereka, mereka hanya menjawab mungkin setengahnya saja dan itu pun dengan kalimat-kalimat sangat singkat dan ambigu. Namun, satu hal yang tidak pernah mereka tutupi adalah kenyataan jika mereka adalah romantic partners.

 Berasal dari Yokohama dan kini berdomisili di Tokyo, Aya dan Bambi (atau Akkun dan Mammi-chan, yang menjadi cara mereka memanggil satu sama lain) pertama kali bertemu di sebuah audisi dance dan walaupun baru benar-benar berkolaborasi secara profesional sebagai AyaBambi sekitar dua tahun terakhir ini, mereka sebetulnya telah menjadi romantic partner selama tiga tahun belakangan. “Kami bertemu secara kebetulan, tapi Bambi memahami apa yang ingin saya lakukan. Pemikirannya, ekspresi, dan daya tariknya mampu memandu ide-ide dalam kepala saya, so I think its good balance,” ungkap Aya.

Instagram menjadi salah satu jendela kecil bagi kita untuk mengintip dunia mereka. Tak hanya aktivitas sehari-hari, proyek terbaru atau hal-hal personal seperti teddy bear kesayangan Bambi yang diberi nama Meringue, tapi terutama adalah soal hubungan mereka. Keduanya telah bertunangan sejak setahun terakhir, namun saat pertanyaan soal pernikahan muncul, they’re not really bothered about it, Bagaimanapun Jepang masing sebuah negara konservatif yang memegang teguh nilai-nilai tradisional. “Jepang sering disebut sebagai negara maju,” ungkap Aya pada sebuah wawancara, “Namun negara ini tetap sangat konservatif dan tradisional. Isu-isu seperti ini bergerak sangat lambat di Jepang,” lanjutnya.

nylon_indonesia_oct_cover_18654

Titik terang bagi keduanya muncul saat beberapa distrik seperti Shibuya , Setagaya, dan tiga distrik lainnya melegalkan sertifikat same-sex couples special partnership. Walaupun secara hukum, sertifikat tersebut tidak dianggap sebagai sertifikat pernikahan, namun sertifikat tersebut mengakui adanya partnership untuk same-sex couple dan memberikan mereka hal-hak sipil selayaknya pasangan pada umumnya. It’s not a marriage certificate but it’s still better than nothing, dan itu adalah sebuah kemajuan bagi LGBT rights di Jepang. Aya dan Bambi sendiri mungkin tidak terburu-buru untuk menikah, namun mereka telah melakukan their fantasy dream wedding dalam sebuah video bertajuk “Short White Wedding” yang digarap oleh situs Vogue tahun lalu. Dalam video yang disutradari oleh Ujin Lin tersebut, Aya dan Bambi menampilkan koreo keren mereka dalam balutan bridal dresses musim tersebut yang meliputi koleksi dari Givenchy, Valentino, Louis Vuitton, Rodarte, dan Vera Wang. Menukar pakaian hitam dominatrix khas mereka dengan busana pengantin putih yang ethereal dengan iringan musik yang glorious, kamu tidak bisa untuk tidak tersenyum dan merasa ikut bahagia saat menyaksikan video tersebut. “We don’t know. We don’t think. In our world, probably there are only two of us. I am what I am, and so is she,” ungkap Aya tentang pandangan orang lain atas hubungannya dengan Bambi.

            “We had many awesome things together, but we still want to do many things, and we think we can learn many other things from collaboration,” ujarnya. Selain pernikahan itu sendiri, masih banyak mimpi yang ingin mereka capai, khususnya proyek-proyek revolusioner yang menggabungkan dunia fashion, seni tari, dan film. “Tim Burton adalah filmmaker favorit kami, jadi jika ada kesempatan bekerjasama dengannya, itu akan mengabulkan salah satu impian kami!” pungkas mereka.

Kembali ke tarian vogue, dalam sejarahnya yang paling primal, vogue sebetulnya adalah tarian perang, sebuah duel di antara dua rival penari. Namun di tangan Aya dan Bambi, tarian ini menjelma menjadi sebuah kolaborasi transcendental yang tak hanya berhenti di raga tapi juga jiwa, melumerkan batas frasa dan rasa di antara keduanya. In the end, it’s a celebration of life, love, and beauty.

nylon_indonesia_oct_cover_19374

Photo: Yuji Watanabe.

Styling: Shotaro Yamaguchi @eight peace.

Make-Up Artist: Nao Yoshida.

Hair: Shuco @3rd