For Fun’s Sake, An Interview With Homogenic

Di usia yang akan menginjak satu dekade,  Homogenic memilih untuk bersikap carefree dalam bermusik. Let’s talk about it, shall we? 

Saya ingat pertama kali mengenal nama Homogenic adalah saat menonton penampilan perdana unit musik elektronik asal Bandung tersebut di salah satu program MTV Indonesia sekitar tahun 2004 silam. Terdiri dari vokalis Risa Saraswati serta duo pemain synth/programmer Dina Dellyana dan Grahadea Kusuf, penampilan mereka waktu itu masih terlihat mentah dan tak bisa dibilang sempurna, namun penampilan itu juga yang membuat saya terkesan dengan format dan musik mereka yang begitu berbeda dari yang ada di scene musik Indonesia kala itu.

            Tak lama, mereka merilis album debut berjudul Epic Symphony, yang dirilis FFWD Records di tahun yang sama. Album bernuansa gloomy berisi 12 lagu berbahasa Indonesia dan Inggris tersebut sukses menjadi angin segar tersendiri dan menjadi salah satu rilisan musik paling memorable di masa itu bagi arus musik non-mainstream Indonesia. Sejak itu pula, saya tak pernah luput mengikuti sepak terjang band yang namanya dipinjam dari salah satu album Björk ini, termasuk saat mereka merilis album kedua, Echoes of Universe di tahun 2006 dan terutama saat Risa memutuskan keluar dan digantikan oleh Amandia Syachridar. Masuknya Amandia yang akrab dipanggil Manda ternyata tak hanya membawa warna vokal baru, namun juga injeksi semangat yang tercermin di album ketiga, Let A Thousand Flowers Bloom, yang bernuansa lebih optimis dan cerah. Kini, setelah dihadapkan dengan realita seperti pernikahan dan kehidupan berkeluarga yang dijalani setiap personel, mereka kembali dengan single terbaru “Get Up And Go” dari sebuah EP bertitel Let’s Talk yang menjadi soundtrack dari film drama komedi Demi Ucok.

“Kebetulan Atyd (Sammaria Simanjuntak, sutradara Demi Ucok) adalah fans Homogenic sejak lama dan pernah bekerjasama dengan kami di film karya dia sebelumnya, cin(T)a. Dan selama promo film cin(T)a, Atyd sering curhat dan jalan bareng dengan Dina sehingga akhirnya jadi ide awal film Demi Ucok. Mengenai isi curhatan mereka, saya nggak tau berhubung isinya girl talk banget.” Terang Grahadea tentang awal tercetusnya project ini. Walaupun hanya memiliki tenggat waktu selama 3 bulan, mereka berhasil membuat 5 lagu baru dan 2 lagu remake (“Utopia” dan “Walk in Silence” dari album kedua) untuk EP ini berkat karantina selama dua minggu di studio dan proses kreatif yang melibatkan semua personel dalam pembuatan lagu dan lirik, termasuk para personel live band mereka yang terdiri dari bassist Iman, drummer Gabriel Gebeg dan back vox/synth Maradilla Syachridar. Dalam EP Let’s Talk ini juga, ketiga live player yang kerap disebut Homogenic Family tersebut secara resmi diangkat menjadi core member Homogenic berkat kontribusi mereka yang besar dalam perjalanan band ini.

            Saat pertama kali mendengar “Get Up And Go”, saya agak tidak percaya jika lagu tersebut milik Homogenic. Single yang sudah dibuat videonya tersebut memang terdengar begitu lain dari image yang selama ini melekat di Homogenic, yaitu dingin dan muram. Di videonya, terlihat semua personel bercanda gurau dan dengan lincah mengikuti irama musiknya yang upbeat dan uplifting. Pro dan kontra pun memanas, ada yang dengan terang-terangan bilang tidak suka Homogenic rasa ceria ini, walau banyak juga yang mendukung arah baru tersebut. “Ya, di Homogenic kami berusaha selalu jujur terhadap karya sendiri, jadinya otomatis tiap karya yang kami hasilkan adalah refleksi dari mood saat itu,” ungkap Dea, “Saat ini kami sedang sangat berbahagia dengan kehidupan pribadi dan profesional masing-masing. Dan kami mulai berpikir kalau bermusik itu adalah passion, kesenangan, dan ultimate pleasure untuk kami. Jadi.ngapain dibikin ribet, sedih, bergalau-galau?” tambah pria yang sudah dikarunia dua anak tersebut, sebelum diteruskan oleh Dina: “Kami sekarang dalam tahap ‘terserah kata orang apa, yang penting kita fun dan enjoy’, hahaha…Dan kami sangat menikmati lagu-lagu yang ada di EP ini, beda aja gitu menurut kami, nggak tau ya kata orang. Tapi ya setelah liat komen di YouTube, keliatannya banyak yang shock ya liat video klip ini, tapi justru komentar-komentar itu yang membuat kami malah tersenyum sendiri dan terus semangat buat ‘mengagetkan’ pemirsa sekalian yang berbahagia haha!”

Rentang waktu 10 tahun memang tak bisa dibilang sebentar bagi band yang terbentuk tahun 2002 ini. Setiap personel mempunyai kesan masing-masing walau secara umum mereka menapaki usia satu dekade ini dengan begitu bersemangat. “Dengan gabung sama Homogenic di tahun 2009 aja udah seneng banget, begitu masuk lebih deket lagi sama semua personel, crew, manajer, pokoknya full team yang ada di Homogenic, aku ngerasa punya keluarga kedua. Keluarga yang selalu ada saat suka maupun duka. Pokoknya sangat bersyukur bisa jadi bagian dari team yang hebat ini.” Ujar Manda yang baru saja menjadi seorang ibu. Sementara Dea yang juga berkarier sebagai pemilik perusahaan music software mengungkapkan: “Yang pasti saat-saat ini adalah masa ter-enjoy selama Homogenic berdiri. Selain kami makin sync secara teamwork, hubungan pertemanan antara kami juga makin solid. Manda, Dilla, dan Gebeg punya karakter spirit yang positif, jadinya banyak kasih pengaruh cerah juga ke mood saya, Dina, dan Iman yang duluan ada di Homogenic.”

Kesan yang sama pun diutarakan Dina yang sedang mengambil program S3 di Science Management ITB, “Saya juga kaget ternyata sudah selama itu ya? Hahaha…Intinya Homogenic ini sudah mengiringi hidup saya dan membentuk karakter saya yang sekarang. Saya tumbuh bersama band ini, dan kami adalah entitas yang tidak mungkin dipisahkan. Kalau pengalaman manggung ya pasti ada aja yang fun atau beda, tapi, ternyata band ini lebih dari perjalanan musik semata, tapi perjalanan sebuah keluarga dan pendewasaan diri.” Ungkapnya. Disinggung tentang fakta jika para personel telah berkeluarga dan memiliki momongan, mereka mengaku jika keluarga sama sekali bukan halangan bagi lajunya band ini, walau tetap, mau tak mau, keluarga adalah prioritas utama. “Untungnya kami punya keluarga yang sangat pro dengan kegiatan bermusik kami di Homogenic, malah kadang-kadang kalau lagi pada nggak terlalu sibuk, para pasangan kami yang ngeluangin waktu biar bisa nonton kami manggung. Hehe.” Tandas Manda yang disetujui Dina dan Dea yang menambahkan jika mereka berharap Homogenic akan terus ada sampai anak-anak mereka beranjak besar dan meneruskan semangat mereka dalam bermusik.

Untuk saat ini, selain disibukkan materi promosi untuk Let’s Talk dan terus mengulik berbagai synth baru, Homogenic telah memiliki banyak rencana ke depan yang meliputi album remix, album nite version dan DVD live concert. Lalu bagaimana dengan full album mereka selanjutnya?  “Sejujurnya, kami sudah mulai sharing referensi dan mixtape melalui shared folder di Dropbox. Lagu-lagu yang kami share secara internal itu akan menjadi fondasi album ke-4 Homogenic.” Jawab Dea dengan senyuman antusias. Sepuluh tahun memang telah berlalu dan walau kini Homogenic World bertransisi ke dunia yang lebih cerah, saya yakin bukan hanya saya seorang yang masih ingin tinggal di lanskap musikal gubahan mereka. Rasa optimisme yang terpancar dari pendewasaan mereka dalam memandang hidup dan berkarya memang terasa menyilaukan, siapapun akan turut bersemangat menantikan langkah mereka selanjutnya.

As published in NYLON Indonesia July 2012

Photo by Muhammad Asranur

http://homogenicworld.com/home/

Shout out your thoughts!