Eat, Play, Loud!: Blogwalking for Soundrenaline Medan 2014

Menjelajahi Kota Medan dan berkeringat di festival musik rock terbesar di Indonesia dalam waktu 48 jam? Challenge accepted.

As a self-proclaimed avid concert goer dan jurnalis, saya beruntung memiliki kesempatan untuk mendatangi berbagai konser dan festival musik dari berbagai genre di Indonesia maupun di luar negeri. But, if I could confess one thing, ada satu festival musik terkenal yang belum pernah saya datangi sekalipun. Coachella? Summersonic? Glastonbury? They’re all in my checklist for sure, tapi yang akan saya bicarakan adalah festival dalam negeri sendiri dulu, which is Soundrenaline. Yup, Soundrenaline yang telah digelar sejak tahun 2003 silam merupakan festival musik rock yang bisa dibilang terbesar di Indonesia, khususnya berkat komitmen mereka untuk membawa band-band papan atas negeri sendiri untuk menghibur penggemar mereka di berbagai kota di luar Jakarta. Untuk pagelaran tahun ini, Soundrenaline diadakan di Surabaya (10 Mei) dan Medan (7 Juni). Dari dulu sebetulnya saya ingin sekali datang ke Soundrenaline di luar kota sekaligus berlibur dan mengeksplorasi kota lain di Indonesia. Lucky for me, kesempatan itu datang saat saya dihubungi oleh pihak Maverick Indonesia sebagai satu dari lima blogger yang diundang untuk merasakan pengalaman menonton Soundrenaline di Medan. Well, saya belum pernah datang ke Soundrenaline maupun pergi ke Medan, so without any thinking, of course its a big yes for me!

                Seminggu kemudian, tepatnya Jumat 6 Juni, jam lima pagi saya sudah menuju Bandara Soekarno-Hatta untuk berkumpul dengan tim Maverick dan empat blogger lainnya yang terdiri dari Dimas Ario (@dimasario), Intan Anggita (@badutromantis), Agung @Hartamurti, dan Kang @Motulz. Setelah perjalanan sekitar dua jam dengan maskapai Garuda Indonesia, kami tiba di Bandara Internasional Kualanamu Medan sekitar jam 9 pagi. Bandara Kualanamu sendiri termasuk bandara Indonesia yang tertata dengan sangat baik. Bandara ini juga bandara pertama di Indonesia yang terintegrasi dengan kereta Airport Railink Service. Maka dengan menaiki kereta bandara yang nyaman tersebut, kami pun sampai di pusat kota Medan hanya dengan memakan waktu sekitar 45 menit.

Bandara Kualanamu Medan
Bandara Kualanamu Medan
Airport Railink Service
Airport Railink Service

                Sebelumnya saya selalu membayangkan Medan adalah kota yang panas, bising, dan sesak. Well, memang selayaknya kota besar, pasti ada saja traffic di setiap titik jalan, namun ibukota Sumatera Utara ini ternyata jauh lebih menarik dari bayangan saya. Kota ini mengingatkan saya akan perpaduan Surabaya dan Bandung dengan bangunan-bangunan art deco zaman kolonial yang masih dipertahankan. Tujuan pertama kami tentu saja mengisi perut. Kami memutuskan sarapan soto di RM Sinar Pagi di Jalan Sei Deli. Saat sampai, rumah makan ini sudah lumayan padat, untungnya service di sini terbilang cepat. Begitu sampai kita tinggal pesan mau soto apa, duduk, dan tak berapa lama, soto hangat dan nasi putih pun tersaji di hadapan kita. Kuah rempah, perkedel kentang dan sambal kecap yang mantap, membuat soto Medan habis tersantap secepat kedatangannya. Sudah kenyang, kami pun siap mengeksplorasi Kota Medan dengan hashtag #GoAheadChoice dan Shri Mariamman Temple terpilih menjadi destinasi selanjutnya. Kuil ini merupakan kuil Hindu tertua di Medan dan terletak di Kampung Keling alias Little India. Dari luar pun, arsitektur kuil ini sudah terlihat menarik dengan pintu gerbang yang dihiasi gopuram yang merupakan semacam gapura yang biasa dilihat di kuil-kuil Hindu kaum Tamil di India Selatan. Untuk masuk ke kuil ini tidak dikenakan biaya, namun kami tidak memasuki ruang utama karena bagaimanapun, tempat ini merupakan tempat ibadah yang harus dihormati. Untuk sejenak, saya seperti berada di Bombay karena banyaknya warga keturunan India di sekeliling kuil ini, mulai dari ibu-ibu dengan kain sari sampai seorang pria India yang terlihat sangat chic dengan turban, jenggot panjang, kemeja putih, yang menaiki sepeda klasik. Tak jauh dari situ mata saya juga menangkap mesjid, gereja, dan kelenteng. Keragaman etnis dan agama di Medan cukup mengingatkan saya pada Kuala Lumpur.

Shri Mariamman Temple
Shri Mariamman Temple

                Destinasi selanjutnya adalah Tjong A Fie Mansion, sebuah rumah mewah bekas kediaman Tjong A Fie yang merupakan seorang significant figure beretnis Tionghoa dalam sejarah kota Medan. Dengan perpaduan gaya Cina, Melayu, dan Victorian, mansion dengan pintu masuk berupa gerbang besar seperti yang biasa kita lihat di film Mandarin ini seperti relik masa lalu yang membeku di antara bangunan ruko modern di sekelilingnya. Its gallant, regal, and more likely, haunted. Dalam museum sekaligus cagar budaya yang terletak di Jalan Ahmad Yani ini, selain mengagumi harta benda dan kekayaan keluarga saudagar Tjong A Fie, kita pun bisa belajar tentang sejarah Kota Medan. Dengan koleksi benda bersejarah (including some very old vinyls!), harga tiket yang terjangkau dan sudah termasuk guide yang akan menjelaskan setiap sudut rumah (kecuali beberapa bagian yang belum direstorasi), tidak heran jika mansion ini menjadi salah satu tujuan wisata favorit di Medan.

Tjong A Fie Mansion
Tjong A Fie Mansion

Tidak terasa hari sudah menuju sore, dan keinginan untuk jajan-jajan sore pun muncul. Setelah menjemput Agung yang sempat ketinggalan di Tjong A Fie Mansion karena terlalu asik memotret, kami pergi ke Jalan Karo untuk  mengunjungi gerai kopi Macehat, yang kabarnya sedang hits di Medan. Melewati ruangan indoor yang tidak terlalu luas dan bangku yang terisi penuh, kami memutuskan untuk minum dan bersantai di outdoor area. Macehat terkenal dengan kopi Luwak dan Avocado Coffee, namun karena saya bukan peminum kopi saya memesan pancake cokelat dan affogato yang merupakan campuran es krim dan espresso. Puas mengobrol, sekitar jam lima sore kami menuju Grand Swiss-Belhotel tempat kami menginap untuk check in dan beristirahat. Kegiatan selanjutnya yang sudah ditunggu adalah makan malam. Medan punya banyak sekali tempat kuliner yang menarik, namun belum lengkap ke Medan kalau belum ke Restoran Tip Top. Bila Malang punya Toko Oen, maka Medan punya Tip Top yang menawarkan menu dan ambience klasik zaman kolonial. Letaknya di Jalan Ahmad Yani yang juga disebut Jalan Kesawan, tak jauh dari Tjong A Fie Mansion. Berdiri sejak tahun 1934, restoran ini menawarkan menu Western, Indonesia, juga Chinese dan semuanya enak luar biasa. Bahkan saat menulis artikel ini pun, saya sempat menelan ludah ketika mengingat lagi lezatnya berbagai menu yang saya nikmati di Tip Top, terutama Bistik Lidah yang sangat juara. Tak hanya menu besarnya, Tip Top juga dikenal dengan kue-kue pastry yang lezat dan es krim Moorkop khas Belanda. Pulang ke hotel. saya mencatat Tip Top sebagai tujuan wajib jika saya kembali ke Medan.

Dari kiri: Soto RM Sinar Pagi, Affogato Macehat, Bistik Lidah Tip Top
Dari kiri: Soto RM Sinar Pagi, Affogato Macehat, Bistik Lidah Tip Top

Sabtu, 7 Juni menjadi hari kedua saya di Medan sekaligus menjadi hari Soundrenaline digelar. Rasanya sudah tidak sabar untuk menuju Bandara Polonia yang menjadi venue Soundrenaline Medan, namun sebelumnya, kami menyempatkan diri untuk mengeksplorasi Kota Medan lagi. Setelah breakfast di hotel, kami menuju Istana Maimoon yang juga menjadi ikon kota Medan. Dibangun oleh Sultan Deli dan berarsitektur khas Melayu, Istana Maimoon adalah titik sejarah Medan dari sudut Melayu. Namun, berbeda dari Tjong A Fie Mansion, Istana Maimoon tampak kurang dimaksimalkan. Dari 30 ruangan yang ada, pengunjung hanya bisa masuk ke ruang utama yang juga diisi oleh pedagang souvenir sehingga estetikanya jadi lumayan terganggu. Dan hanya sedikit sekali yang bisa kita lihat selain singgasana bernuansa emas, desain interior yang rumit memukau dari lantai, tembok hingga langit-langit, dan beberapa benda sejarah. Kami tak menghabiskan banyak waktu di istana ini dan memutuskan untuk membeli oleh-oleh khas Medan yang apalagi kalau bukan Bolu Gulung Meranti, pancake durian, dan bika Ambon di Jalan Sisingamangaraja. Belum puas belanja, kami juga pergi ke Durian Ucok untuk mencicipi durian Medan yang terkenal.

Istana Maimoon
Istana Maimoon

Puas makan dan belanja, agenda selanjutnya adalah agenda utama kami datang ke Medan, which is the Soundrenaline itself! Diadakan di Lapangan Bandar Udara Polonia, Soundrenaline Medan dibuka oleh trio punk rock Jogja, Endank Soekamti yang membawakan sekitar 11 lagu untuk memanaskan festival ini yang memang sudah panas, literally. Ini pertama kalinya saya datang ke festival yang diadakan di bekas bandara tanpa pepohonan untuk berlindung dari matahari yang menyengat. Penonton yang mayoritas memang anak muda Medan terlihat sudah terbiasa dengan panasnya Medan yang menyengat, but I need to step back dan akhirnya ngumpet ke Media Tent yang dilengkapi pendingin udara dan minuman dingin untuk menghindari heat stroke, haha! Di Media Tent pun diadakan semacam mini talkshow bagi para performer yang akan tampil. Shaggy Dog, The S.I.G.I.T, Kotak, J-Rocks, Burger Kill hadir di talkshow sebelum mereka menampilkan aksi mereka di Soundrenaline yang terbagi menjadi dua stage (A Stage dan Go Ahead Stage).

Endank Soekamti at the A Stage
Endank Soekamti at the A Stage
The S.I.G.I.T at mini talk show.
The S.I.G.I.T at mini talk show.

Makin sore, cuaca semakin nyaman dan penonton semakin ramai berdatangan. Setelah jeda Maghrib, Soundrenaline dilanjutkan oleh Judika, Andra & The Backbone dan Sheila On 7. Dengan berbekal Backstage ID khusus, saya dan blogger lain mendapat akses untuk menonton Sheila On 7 dari bibir panggung. Full disclosure: Sheila On 7 is one of my favorite Indonesian bands ever karena saya tumbuh remaja dengan mendengarkan lagu-lagu mereka, tapi saya belum pernah menonton live performance mereka. Menyaksikan Duta, Eross dan personel lainnya tampil atraktif membawakan lagu-lagu hits mereka, saya seperti terlempar ke masa SMP dan ikut menyanyikan lantang lirik lagu-lagu mereka. It was amazing! Ketika Sheila On 7 turun panggung dan menuju Media Tent untuk mini talkshow, saya mengikuti mereka seperti some giddy teenagers dan akhirnya minta foto bareng dengan Duta, haha! Jujur saja, dalam karier saya sebagai jurnalis saya sangat jarang meminta foto bareng dengan band-band atau musisi lokal. Namun, kali ini saya datang bukan sebagai jurnalis, saya datang sebagai fans Sheila On 7 sejak SMP and I just feel happy to finally saw them again.

Eross SO7 mengomandoi koor penonton.
Eross SO7 mengomandoi koor penonton.
Me as happy fans with Duta SO7
Me as happy fans with Duta SO7

 Khusus tahun ini, Soundrenaline mengusung konsep baru berupa sistem pemilihan suara bernama “Voice of Choice” yang dilakukan melalui situs GoAheadPeople.com. Para pemilih diwajibkan untuk memilih salah satu dari tiga album milik lima band yang terdaftar, yaitu Slank, GIGI, J-Rocks, Andra and The Backbone dan /rif. Album mana yang menang itulah yang akan dinyanyikan secara penuh oleh band tersebut. /rif misalnya, membawakan utuh album pertama mereka Radja yang dirilis tahun 1997,dari track pertama sampai terakhir. Selesai star struck dengan Sheila On 7, saya menonton penampilan Seringai di Go Ahead Stage sementara A Stage sedang dimeriahkan oleh Jamrud. Arian dan kawan-kawannya di Seringai seperti biasa berhasil membakar semangat penonton dan menyulut moshing dengan lagu-lagu anthemic mereka sampai-sampai aparat yang berjaga di bibir panggung harus menahan pagar batas penonton yang hampir ambruk. PAS Band dan GIGI yang menjadi penampil selanjutnya juga mendapat respons antusias dari puluhan ribu penonton yang memadati Polonia. I can feel the adrenaline rush just by seeing the performers and the crowds! Soundrenaline Medan yang dimulai dari jam 12 siang akhirnya dituntaskan oleh Slank sebagai pamungkas acara dan ditutup oleh lagu “Kamu Harus Pulang” sebagai lagu penutup Soundrenaline Medan yang berhasil mendatangkan sekitar 60 ribu penonton. Jarum jam memang sudah menunjukkan pukul 12 lewat, namun saya belum mau pulang ke hotel. Saya lapar. Kami pun menyempatkan diri makan malam di daerah Elizabeth, sebuah tempat nongkrong mahasiswa Universitas Sumatera Utara dengan warung-warung tenda yang mengingatkan daerah Blok S di Jakarta, setelah itu baru pulang ke hotel.

Seringai before the show.
Seringai before the show.

Hari Minggu 8 Juni menjadi hari terakhir saya di Medan. Setelah breakfast dan check out dari hotel, saya dan para blogger lainnya menuju Kualanamu untuk pulang ke Jakarta. Thanks to Sampoerna dan Maverick Indonesia, kini saya sudah bisa mencoret Soundrenaline dari daftar festival musik yang harus saya datangi. Just have a chance to finally watching Soundrenaline is already a blast for me, terlebih berkesempatan menyaksikannya bersama teman-teman baru dan menjelajahi kota Medan. I’m planning to visit Medan again in near future, dan untuk Soundrenaline tahun depan? Well, just see and fingers crossed.

See you on next Soundrenaline.
See you on next Soundrenaline.

One thought on “Eat, Play, Loud!: Blogwalking for Soundrenaline Medan 2014

Shout out your thoughts!